Kamis, 02 April 2009

PUISIKU PUISIMU

Mengungkapkan perasaan kepada pihak lain sebagai cerminan sosialisasi manusia merupakan sutau kebutuhan naluriah yang harus dipenuhi. Mengungkapkan perasaan dalam berbagai dimensi atas hidup dan kehidupan memang amat mengasyikkan. Itulah dunia lekuk-liku menulis puisi, apalagi bila ungkapan ekspresi perasaan yang verbalis dalam diksi dan gaya bahasa yang tepat akhirnya sampai ke pihak yang dimaksud, maupun individual maupun universal.

Bagian blog ini merupakan sisi ungkapan ekspresi perasaan siswa-siswi kelas X.3 0809 melalui karya puisi. Memang, keasyikan berpuisi amat memerlukan kebeningan hati dan jiwa dalam mengungkapkan nuansa sastra. Semuanya bergulir dan berjalan sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban.

3 komentar:

  1. Karena Aku Sayang Kamu
    Oleh : Katerin Agus (19)

    Sudah tiga bulan ini , Aku merasakan keanehan pada Celta , sahabat karibku. Selama 5 tahun kami bersahabat , tak pernah kulihat dia semurung ini. Celta dikenal sebagai “cowok terkeren” yang mudah bergaul dan selalu tersenyum. Namun , senyum yang biasa menghiasi pipinya tidak pernah lagi kulihat. Entah badai sekencang apa yang dapat menghapuskan senyum kegembiraannya. Tak hanya Aku , semua teman-teman di sekolah juga aneh melihat perubahan sikap Celta yang begitu drastis. Setiap kutawarkan diri padanya untuk menjadi pendengar masalahnya , ia tak pernah mau. Padahal sebelumnya , setiap ada masalah , Aku dan Celta selalu bertukar pikiran dan saling memberi masukan. Tak pernah ia begitu tertutup padaku. Jangankan bercerita , bicara padaku pun ia tak mau.
    Ketika bel pulang sekolah berbunyi , Aku segera membereskan buku dan semua peralatan tulisku. Aku ingin segera menghampiri Celta di tempat duduknya. Namun , Aku kalah cepat. Ketika Aku bangkit dari tempat dudukku , Celta telah menghilang dari pandanganku.
    “Mana Celta?” tanyaku pada teman sebangkunya.
    “Ia sudah pulang.” jawab temanku singkat sembari menunjuk pada sebuah mobil BMW hitam yang sedang melaju kencang di depan gerbang sekolah.
    “Bukankah itu mobil Celta? Kenapa Ia begitu terburu-buru?” beribu tanya muncul dalam benakku. Aku segera naik ke mobilku dan menyalakan mesin. Lalu , tanpa sepengetahuan siapapun , Aku mengikuti mobil Celta dari belakang. Aku sangat penasaran dengan segala tingkah lakunya. Ke manapun mobil Celta melesat , mobilku selalu di belakangnya. Tapi , setelah lebih kurang 20 menit berjalan , akhirnya mobil Celta berhenti di sebuah tempat yang sepi. Sangat sepi. Hanya ada beberapa mobil di sana. Aku parkir kira-kira 2 meter di belakang mobil Celta. Aku hanya mengamatinya dari jauh karena jika mobilku kuparkir terlalu dekat dengan mobilnya , Ia pasti akan tahu dan Aku tak mau hal itu terjadi.
    Saat itu , Celta masuk ke sebuah rumah mewah yang terletak di ujung jalan tersebut. Entah apa yang dilakukannya di dalam rumah tersebut. Selang beberapa menit , Ia keluar sambil menggandeng seorang perempuan cantik. Keduanya kelihatan sangat mesra bagaikan sepasang kekasih yang tengah dimabuk asmara. Tapi anehnya , perempuan tersebut tak tampak seperti seorang remaja putri yang sepadan dengan Aku dan Celta. Ia lebih pantas disebut sebagai “Tante” atau bahkan “Ibu”!! Celta tampak sangat gembira. Aku melihat senyumnya kembali dan wajahnya berseri-seri.
    “Siapa perempuan tua itu?! Kenapa mereka begitu mesra?” Aku sedikit menggerutuk kecil. Aku sangat kesal melihat pemandangan yang tidak mengenakan ini. Aku segera menyalakan mesin mobilku dan meninggalkan tempat itu dengan sejuta tanya dalam hati. Sepanjang perjalanan , sambil mengendarai mobil , tangan kananku sibuk mengotak-atik handphone Blackberry yang baru saja dihadiahkan ayah padaku saat ulang tahunku ke 16 tahun. Sesaat , rasa kesalku pada Celta hilang karena melihat Blackberry kesayanganku ini.
    Sejujurnya , aku merasa begitu lelah dan jenuh. Aku merencanakan sedikit kegiatan yang akan kulakukan saat Aku tiba di rumah nanti.
    “Hmm. . . Pokoknya , saat sampai rumah nanti , aku akan segera mandi , setelah itu makan malam , dan kemudian aku akan tidur!!!! Sungguh hari yang melelahkan!” begitulah harapanku sembari membunyikan klakson mobilku dengan maksud agar dibukakan pintu. Tak lama kemudian , Siti , pembantuku yang setia , membukakan gerbang dan Aku segera memasukkan mobilku.
    Aku ingin segera melaksanakan rencanaku tadi. Namun , saat aku memasuki pintu rumahku , aku terdiam kaget. Di ruang tamu rumahku , aku melihat sesosok pria sedang berdiri sambil melihat-lihat beberapa foto keluargaku. Dari postur tubuhnya , tampaknya aku pernah melihatnya. Aku berjalan perlahan mendekatinya dan tampaknya Ia tak tahu akan keberadaanku.
    “Maaf , Anda siapa ya?” tanyaku padanya saat aku berada kira-kira 1 meter dari tempatnya berdiri. Pria tersebut membalikkan badannya , dan ternyata. . . . .
    “J U S T I N!!!!!” , teriakku sambil memeluknya. Aku begitu gembira akan kedatangan Justin. Justin adalah sahabat terbaikku. Dulu , rumahnya dan rumahku berseblahan. Tetapi , karena urusan pekerjaan ayahnya , ia pindah ke luar kota. Kami sudah berteman sejak kecil. Orangtua kami pun saling mengenal. Tidak hanya saling kenal , mereka saling bersahabat. Kami sering pergi berlibur bersama dan menghabiskan waktu berdua saja. Walaupun perbedaan umur kami cukup jauh , kami tak pernah mempermasalahkannya.
    “Sejak kapan kau berada di Jakarta? Kenapa tak menghubungiku kalau kau akan berlibur ke Jakarta? Siapa yang menjemputmu di bandara?” semua pertanyaan itu kusodorkan pada Justin.
    “Hahaha. . . Aku hanya ingin memberimu sedikit kejutan. Tapi , kenapa jam segini kau baru pulang sekolah? Setahuku , tak ada sekolah yang belajar dari pagi hingga malam. Jadi , apa yang kau lakukan hingga Kau pulang begitu larut?”
    Baru kali ini Aku melihat Justin begit serius. Tampaknya , Ia begitu kecewa padaku. Aku terdiam seribu bahasa. Aku tak berani jujur padanya bahwa aku menghabiskan waktuku untuk menjadi “detektif” palsu dan membuntuti Celta seharian. Suasana menjadi sedikit tegang. Tapi , kesunyian tersebut pecah karena suara dering telepon yang tiba-tiba berbunyi. Aku segera berlari untuk menjawab dering telepon tersebut.
    “Halo? Siapa ini?” tanyaku singkat.
    “Thyla , apakah Celta ada di rumahmu sekarang?” tanya suara dalam telepon tersebut. Sejujurnya , Aku tak tahu siapa yang berbicara.
    “Maaf , ini siapa ya?”
    “Saya Om John , ayahnya Celta. Apakah Celta ada di rumahmu?” pertanyaan itu ditanyakan lagi oleh Om John. Aku sempat terdiam. Hatiku bertanya-tanya , apakah Celta tak pulang ke rumah sehingga ayahnya yang super sibuk itu bisa mencarinya. Tapi , aku kembali teringat akan Om John yang menunggu jawabanku.
    “Aaa. .d a om. Celta sejak pulang sekolah tadi sudah ada di rumahku.”
    “Oh , baguslah. Om pikir Celta pergi ke mana sampai selarut ini belum pulang. Sampaikan salam om padanya. Terima kasih ya Thyla. Malam. . . ”
    “Sama-sama om. Malam juga. . .” jawabku sembari menutup telepon rumahku.
    Aku segera naik ke atas dan mengunci pintu kamarku. Aku tak peduli lagi akan kehadiran Justin. Segera kuambil Blackberry dari saku bajuku dan aku menelpon Celta. Tapi , Celta tak menjawab teleponku. Aku mengirimkan pesan singkat kepada Celta yang berbunyi :
    Celta , kamu di mana? Barusan , ayahmu menelponku dan menanyakan keberadaanmu. Karena aku takut ayahmu marah karena tak tahu keberadaanmu , aku mengatakan bahwa kau ada di rumahku dan menginap malam ini. Harap segera kau balas sms ku ini.
    Aku segera mandi setelah aku mengirimkan pesanku kepada Celta. Tiba-tiba aku teringat akan keberadaan Justin di rumahku. Setelah mandi aku segera turun dan berniat menemui Justin untuk sedikit bercerita kepadanya. Tapi , semua tak seperti yang kukira. Saat aku tiba di bawah , Justin telah pulang. Mobilnya pun tak terlihat lagi. Apakah ia marah? Aku merasa sedikit bersalah. Tapi , karena terlalu lelah , aku tak begitu menghiraukan kemarahan Justin. Aku segera tidur dan ingin melupakan semua masalah dalam hidupku.
    Pagi telah datang dan matahari dengan sinarnya yang terik membangunkan aku dari tidur pulasku. Segera kuambil handphoneku dan aku sedikit kaget karena begitu banyaknya panggilan yang tak terjawab. Selain itu , ada juga 2 pesan singkat bagiku. Aku sungguh penasaran , siapa yang berkali-kali menelponku. Setelah kulihat , ternyata Celta yang menelponku!! Celta juga mengirimkan 2 buah pesan singkat yang isinya sama ,bertuliskan :

    Terima kasih atas segala kebaikanmu. Tapi aku tak butuh itu!!
    Aku tak takut dengan siapapun , termasuk ayahku!!!
    Dan aku minta satu hal padamu , jangan pernah masuk lagi ke dalam kehidupanku.
    Jangan menghubungi ataupun mencariku lagi!!!
    Kau pikir kau itu siapa? Kau tak berhak atas hidupku , karena kau bukan siapa-siapa bagiku!!

    Aku tak dapat menahan air mataku. Aku sungguh tak mengerti dengan segala pesan yang Celta kirimkan padaku. Apakah aku telah melakukan kesalahan yang begitu melukai hati Celta? Kau sangat membutuhkan sosok teman yang dapat mendengarkan segala kesedihanku ini. Tapi siapa? Tiba-tiba , aku teringat akan Justin. Biasa , setiap aku memiliki masalah , ia selalu menjadi pendengar yang setia dan ia selalu menolongku dengan nasehat-nasehatnya yang pasti akan sangat membantuku. Saat ini , aku tak berani menelpon Justin karena kesalahan yang kemarin malam kulakukan. Tapi , aku tak punya pilihan lagi. Aku tak ingin hidup dalam rasa bersalahku terhadap Justin. Dan aku memutuskan untuk menelponnya dengan segala konsekuensi yang sudah siap kuterima.
    “Halo? Ada apa Thyla?” Justin menjawab teleponku dengan nada yang sedikit kesal.
    “Be...gini Justin , aku ingin meminta maaf atas kelakuanku tadi malam. Bisakah kita bertemu di taman dekat rumahku , tempat kita biasa bertemu. Kamu bisa?”
    “Tentu saja. Jam berapa?”
    “Bagaimana kalau pukul 9?”
    “Baiklah , kita ketemu pukul 9 di taman Cinta tempat kita biasa bermain. Sampai ketemu nanti!” jawab Justin sembari memutuskan teleponnya tanpa mendengar jawabanku lagi. Mungkin aku pantas untuk diperlakukan begitu oleh Justin setelah segala yang kuperbuat padanya.
    Aku segera bangun dari tempat tidurku. Saat itu jam menunjukkan pukul 8 tepat. Setelah mandi dan berpakaian rapi , aku segera turun ke bawah dan menyantap sarapan pagi yang telah tersedia di meja makan sambil menonton berita pada salah satu program televisi. Bencana terjadi di mana-mana dan sku sangat bersyukur kepada Tuhan atas segala kesempurnaan dan kekayaan yang kumiliki.
    “Lho? Kok aku jadi begitu puitis? Iih . . . Norak banget.” kataku dalam hati.
    Jam tanganku menunjukkan tepat pukul 8 lewat 45 menit. Aku harus segera berangkat ke taman Cinta , tempat dimana aku dan Justin berjanji untuk bertemu. Segera kunyalakan mesin mobilku dan kuinjak pedal gas sedalam mungkin. Dalam waktu 3 menit , akupun sampai di taman Cinta dan aku menemukan Justin telah berdiri di sana. Setelah aku memarkirkan mobilku , aku segera turun dan menyapa Justin.
    “Maaf aku terlambat. Apa kau sudah lama menungguku?” tanyaku pada Justin.
    “Kau tidak terlambat , Thyla. Aku memang sengaja datang lebih awal untuk menikmati taman ini dan mengenang masa-masa kecil kita. Andaikan saja. . .”
    “Andaikan apa?” tanyaku menyela.
    “Ah.. Tak apa-apa. Aku hanya terlalu banyak berhayal... Oh ya , ada urusan apa kau memintaku datang ke taman ini? Bukankah kau lebih mementingkan teman barumu Celta dibandingkan dengan persahabatan kita?”
    Pertanyaan Justin seolah-olah menyadarkan aku yang tak menghiraukan keberadaannya. Aku terdiam dan tak berani membuka mulut sedikitpun. Suasana sepi membuat aku sedikit merenungkan kesalahan-kesalahan bodohku pada Justin. Kalau dipikir-pikir memang pantas kalau Justin marah dan kecewa padaku. Mengapa tidak? Sejak kedatangannya ke Jakarta yang membutuhkan waktu perjalanan kurang lebih 10 jam , aku tak menjemputnya dan aku malah pulang larut. Setelah kebodohan pertamaku itu , aku bukan malah meminta maaf padanya. Aku justru “menelantarkan” keberadaannya di rumahku dan lebih peduli terhadap Celta yang baru 5 tahun kukenal dibandingkan dengan sahabat yang telah kukenal sejak aku masih balita itu.
    “Aku tau aku salah. Tapi kau harus dengar dulu penjelasanku tentang Celta. Ini hal yang sangat penting.” kataku lembut dengan maksud untuk meluluhkan hati Justin.
    “Jadi , kau anggap Celta temanmu itu lebih penting dari aku?! Tak kusangka , persahabatan yang telah kita jalani selama 15 tahun ini tak berarti apa-apa bagimu!!! Aku kecewa padamu Thyla!!!”
    Justin begitu marah begitu mendengar penjelasanku. Ia segera pergi dan tak menghiraukanku lagi. Aku merasa sangat sedih. Semua rasa berkecamuk di dalam hatiku dan aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Aku duduk di kursi taman sendirian dan merenungkan semua perkataan Justin. Aku tak tahu apa yang sebenarnya kulakukan bagi Celta. Kenapa aku begitu peduli padanya? Apakah aku jatuh cinta padanya? Munginkah?
    Di tengah kesepian ini , tiba-tiba handphoneku bergetar dan aku menerima 1 pesan singkat. Ternyata Justin!! Segera kubuka pesan yang bertuliskan :

    Maaf jika aku telah membuatmu sedih.
    Coba kau bayangkan dirimu dalam posisiku.
    Bagaimana perasaanmu jika orang yang kau sayang tak menganggapmu penting.
    Setelah semua pengorbananmu baginya.
    Apakah kau akan berbuat hal yang sama seperti yang kulakukan?

    Aku bagaikan disambar petir ditengah teriknya sang mentari. Aku sungguh tak percaya akan apa yang kubaca. Sekali lagi kubaca pesan tersebut , dan isinya tetap sama. Apa maksud Justin mengirimkan pesan tersebut padaku? Aku sungguh tak mengerti. Tapi tampaknya ia sudah memaafkanku. Kalau ditanya tentang perasaanku padanya , aku sendiri tak tahu apa jawabannya. Mungkin aku adalah cewek terbodoh yang tak mengetahui perasaanku sendiri.
    “Mungkinkah Justin jatuh cinta padaku?? Tapi kenapa? Bukankah selama ini ia hanya menganggapku sebagai adiknya?” pertanyaan itu terus berkecamuk di dalam hatiku.
    Justin begitu tulus sayang padaku. Tak mungkin aku menolak perasaannya. Setiap aku susah maupun senang , tak pernah ia pergi dari hidupku. Saat aku terpuruk karena ibuku pergi meninggalkanku untuk selamanya , saat bisnis ayahku yang bangkrut , saat rumahku disita bank , dan saat semua hal buruk terjadi , Justin selalu ada. Ia dan keluarganya jugalah yang telah mendorong dan menolong ayahku hingga keluarga kami bisa kembali berjaya seperti semula.

    Tiba-tiba , handphoneku berdering. Sebuah nomor tak dikenal menghubungiku. Segera kuangkat panggilan tersebut dan aku tak dapat mendengar secara jelas apa yang dikatakan orang dalam telepon tersebut. Suasana di sana terdengar sangat ramai. Ada suara isak tangis dan terdengar juga suara kepanikan banyak orang.
    “Halo? Siapa ini?” tanyaku dengan suara yang cukup keras.
    “Thyla... Thyla... Tolong Celta!!!!”
    “Ada apa dengan Celta?!”
    “Cepat datang ke rumahnya! Dia mau berbicara denganmu di saat-saat terakhirnya!”
    “Saat terakhir apa? Apa mak. . .”

    Belum selesai aku berbicara , sang orang misterius itu telah memutuskan teleponnya. Tapi , siapa itu? Apa maksud perkataannya? Tiba-tiba aku teringat akan perkataannya mengenai saat-saat terakhir seseorang. Tapi , ia menyebut nama Celta. Aku sungguh penasaran.
    Segera aku berlari menuju mobilku dan menyalakan mesin. Kuinjak pedal gas sedalam mungkin dan mobilkupun melaju kencang. Jarak dari taman Cinta ke rumah Celta cukup jauh. Kalau tidak macet , hampir memakan waktu setengah jam. Apalagi kalau macet. Belum lagi di jam makan siang ini , Jakarta itu mustahil tidak macet.
    Kuambil jalur tercepat yang ada. Setelah berjalan kurang lebih 45 menit , aku tiba di depan kompleks rumah Celta. Hari ini tak seperti biasanya. Kompleks perumahan itu biasanya sangat sepi. Tapi tidak pada hari ini. Puluhan mobil terparkir di ruas kiri dan kanan jalan dalam kompleks perumahan tersebut. Aku semakin penasaran. Saat aku tiba di depan rumah Celta , aku terdiam kaget. Mengapa tidak? Rumah Celta begitu ramai! Tanpa menghiraukan mobilku , aku segera berlari turun dari mobilku dan masuk ke rumah Celta.
    “Ada apa ini? Kenapa semua orang begitu panik dan hampir semua dari mereka menangis!” begitulah tanyaku dalam hati sambil berlari menuju kamar Celta.
    Saat masuk ke kamar Celta , aku sangat kaget. Aku terdiam seribu bahasa. Tubuhku terasa kaku. Bagaimana tidak? Aku melihat Celta terbaring lemas dan mulutnya mengeluarkan gelembung-gelembung putih seperti busa.
    “Celta , kau kenapa?! Kenapa semua begini?!” tanyaku panik.
    “Maaf..kan aaku Thyla. A..ku sayang k..a..m..u!” jawab Celta terbata-bata dengan suara yang tidak begitu jelas terdengar.
    “Maaf? Maaf atas apa Celta?” tanyaku pada Celta
    “Ma..af atas s...emua! Te..rima kaaasih k..epadaa s..emu.a...”

    Itulah ucapan terakhir Celta sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya. Aku tak dapat menahan dukaku karena telah kehilangan Celta. Tubuhnya kupeluk erat dan kupanggil namanya berkali-kali.
    “C E L T A!!!!!!!! Jangan tinggalkan kami semua!!!” teriakku pada Celta yang sudah tak bernyawa lagi. Aku sungguh tak mengerti akan kematian Celta. Namun , semua tanyaku terjawab pada surat khusus yang Celta tinggalkan buatku. Aku tak dapat menahan air mataku saat membaca surat dari Celta yang menuliskan :

    Buat Thyla sahabat terbaiku. . .
    Maaf ya bila selama 3 bulan ini aku membuatmu begitu sedih karena perubahan sikapku. Tapi , aku tak pernah bermaksud untuk berbuat begitu.Mungkin saat kau membaca surat ini , aku sudah tiada lagi di dunia ini.
    Aku sendiri tak mengerti kenapa aku bisa terjerumus kepada tawaran barang haram bernama “narkoba” itu. Sesungguhnya , aku tak pernah menginginkan barang haram itu masuk ke dalam tubuhku.
    Tapi , semua sudah terlambat. . . Aku sudah terlanjur akrab dengan barang haram ini. Aku tak bisa hidup tanpanya.Inilah alasan mengapa aku jauh darimu sejak 3 bulan yang lalu dan mengirimkan pesan-pesan yang membuat hatimu sedih. Aku tak ingin membuatmu malu karena punya sahabat sepertiku. Kau harus tahu , bahwa sesungguhnya aku tak pernah berniat begitu.
    Aku ingin berterima kasih atas segala kebaikanmu padaku selama ini. Kau adalah sahabat terbaikku dan tak ada yang dapat menggantikannya. Satu hal yang perlu kau tahu , bahwa aku sangat menyayangimu dan aku berharap kaupun begitu...
    Sekali lagi , terima kasih. Jaga dirimu baik-baik.Terus semangat ya!

    Sahabatmu ,


    Celta

    Sekarang aku tahu mengapa Celta menjauhiku selama 3 bulan ini. Ternyata , ia tak mau membuatku sakit karena kehilangan dia. Tapi , aku sungguh tak siap dan tak akan pernah siap untuk kehilangan dia. Namun , ditengah keterpurukanku ini , aku melihat sosok perempuan setengah baya yang beberapa hari lalu dijemput Celta sepulang sekolah. Aku menatapnya tajam seolah menaruh dendam yang begitu dalam padanya. Entah apa yang terjadi padaku. Padahal aku tidak mengenal perempuan itu sebeleumnya dan sampai sekarangpun tidak.
    Entah mengapa , aku merasa bahwa perempuan tersebutlah yang telah menyebabkan kematian Celta. Tapi , perempuan tersebut terlihat begitu kehilangan Celta. Apa mungkin ia yang menyebabkan kematian Celta? Aku berpikir terlalu jauh , mungkin karena aku begitu sedih akan kehilangan Celta. Saat aku beranjak dari tempat dudukku , perempuan itu menghampiriku. Dengan tangannya yang lembut , ia menggandeng tanganku dan menarik aku menuju salah satu ruangan di rumah Celta. Ingin rasanya kulepas tanganku dari tangannya. Namun , aku tak bisa. Ia begitu erat menggandeng tanganku.
    “Apa benar kau adalah Thyla , sahabat Celta?” tanya perempuan itu.
    “Ya” jawabku singkat dan dengan sedikit jutek.
    “Perkenalkan , saya ibunya Celta. Sepertinya ini pertemuan pertama kita ya?” tanya tante tersebut sambil menjulurkan tangannya padaku dengan maksud untuk bersalaman.
    “Apaa? Ibunya Celta?? Berarti , tante adalah Tante Gisel?”
    “Ya , kamu benar Thyla.”

    Aku sungguh tak percaya akan apa yang barusan kudengar. Pantas saja kemarin Celta terlihat begitu gembira. Ternyata , ibunya yang selama ini ia rindukan sudah pulang dan pasti Celta sangat bahagia. Aku meminta maaf pada Tante Gisel karena ketidaksopananku tadi. Aku menceritakan semuanya kepada Tante Gisel , termasuk saat aku membuntuti Celta. Suasana menjadi bertambah haru saat Tante Gisel menangis mendengar ceritaku mengenai perubahan sikap Celta 3 bulan belakangan ini.
    Keesokan harinya , tepatnya pada hari Senin , aku dan semua teman-teman sekelasku ikut mengantarkan jenazah Celta menuju pemakamannya. Aku tak bisa menahan haruku saat melihat tubuh Celta dikubur dengan tanah. Begitu pula dengan semua teman-teman. Tapi , kami tak dapat melakukan apa-apa. Kami hanya dapat berdoa , agar Celta dapat tenang di alam sana dan aku yakin , senyumnya pasti akan kembali menghiasi pipinya.
    Di tengah-tengah para pelayat , aku melihat Justin. Bagaimana Justin bisa ke sini Bukankah ia tidak begitu senang dengan Celta? Saat pemakaman usai , Justin menghampiriku dan mengajakku pulang. Di tengah perjalanan , ia meminta maaf padaku atas sikapnya kemarin-kemarin. Saat kutanyakan mengapa ia bisa ikut melayat , hanya 2 kata yang ia lontarkan padaku , yaitu “Karena Kau”. Dan akhirnya aku mengerti , bahwa Justin begitu sayang kepadaku. Ia begitu tulus.
    ***

    1 bulan setelah kematian Celta , akhirnya aku bisa menjalani kehidupanku seperti semula. Aku tak mau terpuruk terus. Karena aku tahu , Celta pasti akan sedih jika melihatku begitu terpuruk. Aku ingin Celta bahagia di surga. Seperti surat yang telah ditinggalkan Celta kepadaku , bahwa ia ingin aku terus semangat dan dapat menjaga diriku sebaik mungkin.
    Begitu pula dengan hubunganku dan Justin. Justin sekarang adalah pacarku dan ia berjanji untuk selalu menjagaku dan melindungiku. Ia juga tak pernah melarangku untuk berziarah ataupun berdoa bagi Celta. Terkadang , justru ia yang mengajakku untuk berkunjung ke makam Celta. Aku begitu bahagia dengan hidupku ini. Aku berjanji dalam hati , aku tak akan melupakan Celta yang akan selalu menjadi sahabat terbaikku dan aku juga akan mencintai Justin dengan setulus hatiku , seperti Justin yang juga selalu menyayangiku dengan tulus. Cinta kami akan terus bertahan selamanya dan tak ada yang mampu memisahkan kami , kecuali maut.

    BalasHapus
  2. Terima Kasihku Padanya Selalu

    “Vin, jadi hari ini kita ke makam Reza?”Tanya Vitta kepadaku.
    Sejenak aku terdiam, aku teringat akan bayangan Reza. Dia adalah teman terbaikku, teman akrabku dari kecil dan sampai sekarang walaupun dia tak dapat menemaniku lagi sekarang. Hari ini tepat tanggal 10 Desember, hari yang amat berkesan bagiku. Hari ini genap dua tahun aku dapat melihat kembali, hari ini genap satu tahun aku berpacaran dengan Vitta, dan hari ini hari kematian Reza. Ntah senang ataukah sedih yang ku rasa hari ini, mengingatnya hatiku amat miris, aku merasa amat beterima kasih atas semua yang telah dia berikan kepadaku. Tapi aku tak boleh kelihatan murung hari ini, aku takmau mengecewakan Vitta, yeah dia adalah pacar terbaikku! Berkat Reza aku dapat berpacaran dengannya sampai detik ini.
    “Vino, kok malah melamun seh aku tanyain?Yuk kita ke makam Reza sekarang,Vin..”Ajak Vitta lagi.
    “Eh, maaf tadi aku ga sengaja melamun,Vitt. Maaf ya,sayang… Ya udah ayo kita ke makam Reza.”Jawabku sambil tersenyum kepada Vitta. Vitta adalah perempuan yang paling berharga bagiku, ya maksudku selain ibuku tentunya.Hehe.. Vitta selalu mendukungku di saat aku terpuruk, dia selalu setia menemaniku selama satu tahun ini. Aku sangat beruntung memiliki kekasih secantik dan sebaik dia.
    “Vin, makam Reza kan agak jauh, aku tidur dulu ya di mobil, ntar kalau udah sampai bangunin aku yah!”Kata Vitta sambil tersenyum manis di hadapanku.
    “Iyah.. Iyah.. Kamu tidur ajah geh…”

    kau teman sehati
    kita teman sejati
    hadapilan dunia
    genggam tanganku
    tak mudah untuk kita sadari
    saling mendengarkan hati
    tak mudah untuk kita pahami
    berbagi rasa di hati
    (Nidji – Arti Sahabat)

    “Reza,tak terasa kau telah dua tahun meninggalkan kami semua di sini, apakah kau baik - baik saja di sana?” Ucapku dalam hati. Waktu berjalan begitu cepat, dua tahun telah berlalu tanpa Reza. Reza, andai dia tau betapa sedihnya aku, keluargaku, dan keluarganya saat kehilangan dia waktu itu. Apakah dia bisa melihat betapa sedinya Violetta kehilangan dirinya, sampai sekarang pun Violetta belum bisa mengisi hatinya dengan laki – laki lain selain Reza. Aku amat merasa bersalah kepada Violetta. Aku merasa kesepian di tinggal oleh Reza, dialah teman terbaikku dikala senang ataupun susah, temanku yang selalu mendukungku, temanku yang membantuku untuk mendekati Vitta, betapa menyedihkannya aku sekarang sendiri tanpa dia. Setiap bulan aku selalu menjenguknya bersama Vitta, dan tentunya hari ini. Hari di mana dia telah genap meninggalkan kami semua selama dua tahun, perasaan bersalah dan menyesal itu masih tertanam dalam di hatiku atas kepergiannya.
    **

    Aku kembali teringat kenangan di masa lalu bersamanya saat kami pertama kali bertemu.

    “Eh, Jeng Nessa apa kabar?Wah, Vino udah besar yaa sekarang!Hari pertama masuk sekolah ya,Vino?”Tanya Mama Reza, Tante Tia.
    “Wuahh, Reza masuk SD ini juga yah, Jeng Tia?Lihat Reza juga udah besar sekarang,tambah ganteng pula!haha..”Jawab Mamaku.
    “Iyah anak kita emang ganteng-ganteng,Jeng!haha.Ayo Reza kenalan ama Vino geh, kalian dulu waktu balita sering main bareng lhoh, tapi Tante Nessa pindah rumah jadi jarang ketemu lagi dheh,untung ajah neh kita ketemu lagi.haha”
    “Ma, itu sapah?”Tanyaku sambil menggenggam tangan ibuku dengan erat.
    “Itu Reza,sayang.. Ayokenalan dulu, ga usah takut,”Jawab Mamaku.
    “Haiii,,,Aku Reza..hehe”Sapanya dengan memamerkan giginya di hadapanku, pertama – tama aku merasa agak takut tapi dia terus menungguku menjawab salam kenalnya yang riang itu.
    “hai juga ,aku Vino.”
    “duh, mereka cepat akrab ya,Jeng!Ya udah kalian masuk kelas sana,kebetulan kan kelas kalian sama, ayo sana kalian masuk…”Kata Tante Tia, dan dilanjutkan dengan aggukan Mamaku.
    “Iyah,Ma”Jawab kami bersamaan lalu saling berhadapan dan tersenyum.
    Mulai dari saat itu kami selalu bersama – sama, kami sangat akrab. Sampai terkadang ada orang yang mengira kami saudara. Dari SD kelas 1 sampai lulus SMA, kami selalu satu kelas, ntah memamng takdir atau hanya kebetulan. Reza sangat setia kawan dan tak pernah mengkhianati sahabatnya. Pernah dulu waktu SMP aku menyukai seorang perempuan, dan walau dia tak mengatakan kepadaku, aku tau kalau dia juga menyukai perempuan itu, tapi dengan ikhlasnya dia merelakan perempuan itu kepadaku dan malah menjodohkanku dengan perempuan itu. Aku sangat terkejut dengan semua yang ia lakukan itu kepadaku. Dia teman yang tak tergantikan, sahabat sejatiku sampai ujung usiaku. Dia juga adalah teman seperjuangan yang amat baik, kami sering bolos bersama, kami sering di hukum bersama, aku salut kepadanya, dia benar – benar seorang sahabat yang patut ku banggakan di depan semua orang. Oh ya satu lagi kesamaan yang amat kebetulan yang ada di dalam diri kami, kami lahir di tanggal yang sama yaitu 20 Januari. Setiap hari ulangtahun kami, hampir semuanya kami rayakan bersama. Tapi sekarang tak bisa lagi, karna dia telah pergi terlebih dahulu meninggalkanku. Aku takkan lupa saat ulang tahun kami yang ketujuhbelas, saat itukami inginmemberi kejutan kepada mama kami dengan memasak sesuatu di dapur, sebenarnya niat kami ingin menunjukkan bahwa kami telah dewasa dan bisa membuat mama kami senang, waktu itu kami membuat cake untuk mam kami.
    “Vin, neh gimana sech misahin telur yang kuning ama putihnya?”Tanya Reza sambil mengamati telur yang akan ia pecahkan itu.
    “Duh, aku ga tau juga tuh, coba kamupecahin dulu aja taruh di mangkok trus ntar pisain aja pake sendok.haha”jawabku asal-asalan.
    “haha, sama gilanya kita buat cake inih kayaknya ga bakal jadi neh”
    “ayo semangat!!Kita coba dulu ajah ntar kalo ga jadi ya udahlahbeli ajah de toko kue.haha”
    **
    Tersirat kembali kenangan lucu dan tak tergantikan bersama Reza, kenangan itu masih terekamkuat di otakku, dan takkan pernah hilang, apalagi kenangan saat itu, saat aku tak tau bahwa hari itu aku akan berpisah darinya untuk selamanya.

    Desember 2007

    “Rez, ada anak semester satu fakultas hukum namanya Vitta kenal ga?cantik yaahh….”kataku sambil melamun ke arah tak jelas.
    “Ha?Apah?Vitta?Vitta Ocknalia bukan??Lah kalo itu mah temennya cewe aku,,haha,,napeh??mau yehh???”jawabnya.
    “Hmm.. kayaknya iyah temen si Violetta, soalnya aku sering liat mereka barengan”jawabku sambil tetap melamun ke arah yang tak jelas.
    “LETTA SAYANG!!”teriak Reza memanggil pacarnya yang ada nunjauh di sana dengan senyuman maut nya. Dan lamunanku tentang Vitta pun menjadi buyar.
    “Aduhhhh,Rez…Napah harus pake teriak seh??”sapa Letta sambilmelotot ke arah cowok kesayangannya itu.
    “hehe, maaf sayang, aku hanya mau manggil, ada yang mau di omongin..pentinggggg,,hehe” begitulah cara Reza berbicara, aneh, agak lebay, bikin ketawa, san membuat Letta terpesona selalu.Hahaha..
    “Apah?eh tuh Vino napa tuh melamun ga jelas kayaknya daritadi?Tanya Letta
    “ga tau, gila kali dia,,,,,eh ntar sore jadi kan ke pameran fotografi,yang??ajakin temen kamu yang namanya Vitta ituh yahh,,”kata Reza sambil mengedipkan mata ke arahku, dan ku rasa Letta tau apa artinya.
    “Sip,,,,ya udah ampe ketemu nanti soreee yaaa,sayang,,ada mata kuliah neh sekarang,,daahh…”jawab Letta lalu pergi meninggalkan kami.
    “HOEEEEIIIII!!!!gila lu melamun mulu, ntar aku tinggal lhoh melamun ajah terus mpe sore, ntar ga ketemu dankenalan ama Vitta dheeeee” sahut Reza yang pelan – pelan berjalan menjauhiku, dan seketika aku baru menyadari apa yang dia ucapkan tadi.
    “Rezaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa,,,,,,,ehhhhh seriussss mau ngenalin kau ama Vitta??”teriakku tanpa sadar karna Reza sudah berada agakjauh dariku, dan dia hanya mengedipkan mata padaku.
    Hatiku amat senang mencerna kata – kata yang baru di ucapkan Reza tadi, aku tak menyangka nanti sore aku akan berkenalan dengan Vitta!!!Huaaaaaa!!Aku langsung sms reza untuk memastikan hal tersebut.

    To : Reza
    From : Vino
    Eh, mbah sinting!!bneran ntar sore itu jd?????mang mau k mn?

    To : Vino
    From : Reza
    Yaiyalah mas yaiyadong?dl guru SD kita jamila kan bkan jamidong?haha
    Ntar q jmpt jam4, siap” ajah,OC!!!!



    Tinnnn…Tin………….klakson mobil Reza bernyanyi menyapa diriku yang sedang senang ini.
    “ooeee, Vino cepetaannn!!!!!!!!!”teriak mbah sinting itu dari luar, untung aja Papa belum pulang dan mama lagi belanja, jadi ga di gorok bonyok aku tuh manusia.. haha
    “iyahhhh!!bik kunci pintu yah!ngomong mama Vinopergi sama Reza!daaaa,bik Sumi…”
    “huaa, rapi amat dikau,Vino??Benarkah ini temanku yang tadi siang dekil dan kumal???haha”sapa Reza
    “iyaaa,,,iyaaaa,,,serah kamu ajah mau ngatai apa,Rez..huaaa. tapi beneran ganteng ga aku sore ini?”
    “nda tau, tanya bik sumi jah coba tadi,hahaha”jawab Reza dengan nyengar nyengir, dan tiba” hp-nya berbunyi.

    Romeo, take me somewhere we can be alone,,I keep waiting for you but you never come……(Love Story – taylor Swift)

    “Vin, handphone aku jatoh tuh, tolong ambilin,cuy..hehe” kata Reza yang sedang sibuk menyetir.
    “di mana jatohnya???kayaknya Letta dheh yang telpon tuh..”jawabku, dan tanpa sadar reza yang sedang menyetir menunduk sebentar ke bawah mencari hp nya,dan di depan kami ada sebuah Bus yang melaju kencang.
    **

    “Dok, bagaimana keadaan anak kami????”Tanya Mama dan tante Tia
    “Ma, sabar dulu.”kata Papa
    “Iyah,ma”kata Om Vicky, Papa Reza
    “Anak. Kalian semua selamat, tapi ada satu yang buta dan satu yang lumpuh, maaf kami sudah berusaha semeksimal mungkin!”jawab Dokter.. lalu tiba – tiba Letta dan vitta datang karena menerima kabar dari Tante Tia bahwa aku dan reza mengalami kecelakaan.
    “tante,om!Bagaimana keadaan merek?”Tanya Letta dengan raut muka tak menentu
    Semua hanya terdiam dantak ada yang menjawab……………
    **
    “Ma,,,,Pa,,,,aku ada di mana, mengapa aku tak dak melihat apa – apa”tanyaku saat aku sadar dan mendengar suara mama yang menangis. “Pa, Mama mengapa menangis?”
    “tidak apa – apa, kamu istirahat saja,Vino”jawab Papa dengan suara yang parau.
    “pa, manah Reza?”aku tau apa yang membuat mama menangis, aku sadar aku buta, apalagi kalu bukan buta kalau semua yang ku lihat berwarna hitam?. Dan tak ada yang bisa menjawab pertanyaan ku tadi. Dan di mana Reza sekarang? Di mana dia?
    “Vino, kamu istirahat ajaaaa, besok kamu mau operasi, lebih baik kamu tak usah memikirkan apa – apa.”tiba – tiba Papa berkata bahwa aku akan operasi?Tapi apa maksud dari semua ini???Huh, aku amat tak menegrti!!
    **
    “Sepertinya aku sudah terleleap beberapa jam..hoamm..”kataku berbicara sendiri saat bangun dari tidur.
    “woiii,Vin!!!Dhah bangun???”Tiba – tiba saja Reza ada di dekatku dan menyapaku dengan riangnya, ku pikir dia sedang ada di kamar lain, dan mungkin keadaanya cukup parah.
    “Ha?Reza?kau tak kenapa – kenapa??baguslah,,,haha”jawabku dengan berusaha agar terlihat riang.
    “Vin, kamu istirahat ajah geh, aku mau jalan – jalan dulu ahhh,,mau negecengin suster,,haha”
    “Iyah ,Vin kamu istirahat ajah.”ada suara perempuan yang amat ku kenal
    “Lah kok ada Letta?kok ga kedengeran suaranya?haha..sorry aku buta neh sekarang, jadi ga bisa liat,,haha”jawabku dengan berusaha menutupi kesedihanku karena kebutaan ini.
    Semua diam, tak ada yang menyaut satu pun, mengapa semua orang tak pernah menjawab apa yang ku tanyakan??????Aku selalu berbicara sendiri di dalam hati untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
    “kami keluar dulu ya,Vin”kata Reza, tapi mengapa seperti ada yang mendorong kursi roda?Siapa yang duduk di kursi roda itu?Mengapa Reza tidak riang seperti tadi lagi?Mengapa?Mengapa?Mengapa.
    Tiba – tiba ada suster yang masuk ke ruanganku, “Vino, jangan banyak bergerak ya, selamat besok kamu akan bisa melihat lagi.”
    “Suster, maksudnya apah?”tanya ku heran.
    “ya begitulah, nanti kamu akan bisa melihat lagi, besok kamu akan di operasi pencangkokan mata, sudah ada pendonornya, jadi kamu akan melihat kembali, doakan saja operasinya berjalan lancar yaaa”Suster itu menjelaskan, aku hanya diam, aku tak tau apa yang harus ku katakan, aku tak tau apa yang harus ku pikirkan, aku bingung, aku sulit mencerna semua yang telah terjadi ini.
    **
    “tenang yah,Vin..Kamu akan baik – baik saja di dalam nanti.” Kata Mama untuk menenangkanku saat operasi nanti.
    ” Ma, mana Reza?”
    “Dia ada kok, dia selalu nemenin kamu di dalam sana, tapi dia tak mau bicara apa – apa dulu.” Jawab mama.
    “ya udah kalo gitu,,,,,,”aku bingung!Sangat BINGUNG!Mengapa Reza tak mau mengeluarkan suara kepadaku???
    **
    “Vino, coba pelan – pelan buka matamu?”kata Dokter. Setelah beberapa jam lamanya kemarin aku di ruangan operasi, akhirnya semua berjalan lancar.
    “Vin, pelan – pelan saja buka matanya” kata Mama dengan nada khawatir.
    Perlahan aku buka kan mata ini, agak kabur ku lihat wajah Mama, Papa, Letta, Tante Tia, Om Vicky, bahkan VITTA!!!!!!!! Dan ku berkata “ aku bisa melihat, tapi ke mana Reza?”
    “mengapa semua diam???”lanjutku. Lalu Mama meberiku sebuah surat.






    To : Vino

    Vin, nih surat dari kau, Reza…Gimana kamu seneng ga bisa ngeliat lagi??haha,,bagus dheh aku harap kamu seneng… maaf aku ga bilang sama kamu kemarin, kalo aku mau donorin mata aku buat kamu, aku udah ijin sama keluargaku, bahkan sama Letta, walau ya mereka agak dikitga setuju, tapi aku tetepmaksa,,,haha,,,Gila ajah aku ga mau liat sohib aku menederita kaga bisa liat lageee,,haha,,eh surat ini tepat tanggal 10 desember kan?nah hari ini mestikau ingat selalu yaaa, karena tiap tahun kau harus mengunjungiku setiap 10 desember, okey?? Oh ya ternyataaaa kata Letta, Vitta thuh dhah lama suka ama kamu,,,hahaha,,eh aku ada satu permohonan lagi nih, kamu harus jadian sama Vitta tanggal 10 desember juga yaa,haha,,dha, ckup dhe suratku, jaga diri baik – baik ya,Vin,,,,tolong jagain Letta juga ya buat aku..^^ jangan sampe dia dp pcr yang lbh buruk pada aku,,haha,,bye,Vin

    From : Reza, u’r bestfriend 4eva

    “ma…Reza mana ?” tanyaku dengan suara parau kepada mama, aku membisu sesaat setelah membaca surat itu, tak terasa air mataku pun berjatuhan seiring hujan yang sedang berjatuhan.
    Aku berdiri dari tempat tidur rumah sakit ini, aku mengahadap ke jendela, aku melihat langit yang berawan hitam, “Rez, makasih…atas semuanya…” aku hanya dapat mengatakan itu, apalagi yang dapat ku katakan, semua menangis, termasuk aku, mengapa Reza begitu baik kepadaku hingga harus seperti ini jadinya??
    **
    “Vitt, bangun dulu yuk sayang,,,aku mau beliin Reza bungan nih..bantuin aku milih..”bujuku membangunkan Vitta yang sedang terlelap
    “hoa..Ha??iyah iyah ayo kita beliin bungan ini ajah..”jawabnya sambil menunjuk bunga yang ada di toko itu yang dilihatnya dari kaca mobil.
    “ya udah aku turun bentar beli itu ya..”jawabku lagi dan Vitta membalasnya dengan senyuman manis yang selalu aku banggakan itu.” Rez, dhah lama ga ketemu ya..” Kataku dalam hati.
    “Vin jangan melamun terus , ntar Reza sedih liatnya..”kata Vitta saat aku masuk ke mobil. Setelah itu mobil swift hitamku melaju cukup cepat ke makam Reza.
    “akhirnya sampai jugaaaa.,,eh ada Letta tuhhh…..”kata Vitta dengan girang, tapi setelahitu raut wajahnya agak sedih, “makasih,Rez,,berkat kamu aku bisa jadian ama Vino, makasih,,”sambil mengahadap ke langit.
    “haah..langitnya sama seperti hariitu..”kata Letta sambil terus menghadap ke depan batu nisan Reza.
    “hai, Lett..maaf kami agak telat..”sapaku, lalu meletakkan sebuket bunga di atas makam Reza.
    Semua terdiam,,,kembali terdiam,,,,,,,aku tau Letta amat kehilangan reza sampai sekarang, sangat kehilangan bahkan… tapi apa yang bisa ku lakukan? Benar kata Letta tadi, langitnya sama seperti waktu itu, sama seperti saat aku membaca surat dari reza dua tahun lalu itu. Menyedihkan..air mataku kebali berjatuhan..sedangkan Letta dan Vitta hanya diam sendiri menatapi nisan Reza…aku pun sibuk melamun mengingat kata – kata Reza waktu kami kecil.
    “vin, kalau aku mati duluan, kamu harus sering nengokin aku yah.... hahaha..”
    “solanya aku ga mau sendirian di kuburan, jadi kamu harus sering datang, nanti kalau aku mati duluan kamu haru s jagain mama aku yah..haha…”
    “kok kamu ngomong gitu ,Rez?”tanyaku heran, waktu itu kami baru kelas 4 SD.
    “ iseng, kepikiran ajah,,hahaha”

    “Vin, jangan nangis mulu, ntar Reza marah,,haha”kata Letta sedikit bercanda
    “Udah mau malem neh…pulang yuk ??” ajakku kepada Letta maupun Vitta.
    “Kalian duluan ajah, aku bawa mobil kok, nanti kau pulang sendiri aja…”jawab Letta, aku dan Vitta pun hanya bisa mengangguk, lalu perlahanmenjauh dari nya, kelihatannya dia masih belum mau meninggalkan Reza.
    “Vin, pulang yuk,,,,,ga usah ke mana- mana lagi ya,,,,”bujuk Vitta, padahal aku ingin merayakan hari jadian kami di sebuah restaurant romantis.
    “Tapi….”
    “Udahlah, kita udah setahun ajah dhah bahagia banget, ga usah repot di rayain pula,Vino…”jawabnya dengan lembut lalu mencium pipiku,,,,
    “Ya sudah…..”aku pun mencium keningnya dengan hangat.
    Aku berkata dalam hati kembali, “Terima aksih,Reza…Semua ini karena kamu….kau memang sahabat yang tak tergantikan dalam hidupku…”

    **end**

    BalasHapus
  3. Terima Kasihku Padanya Selalu

    “Vin, jadi hari ini kita ke makam Reza?”Tanya Vitta kepadaku.
    Sejenak aku terdiam, aku teringat akan bayangan Reza. Dia adalah teman terbaikku, teman akrabku dari kecil dan sampai sekarang walaupun dia tak dapat menemaniku lagi sekarang. Hari ini tepat tanggal 10 Desember, hari yang amat berkesan bagiku. Hari ini genap dua tahun aku dapat melihat kembali, hari ini genap satu tahun aku berpacaran dengan Vitta, dan hari ini hari kematian Reza. Ntah senang ataukah sedih yang ku rasa hari ini, mengingatnya hatiku amat miris, aku merasa amat beterima kasih atas semua yang telah dia berikan kepadaku. Tapi aku tak boleh kelihatan murung hari ini, aku takmau mengecewakan Vitta, yeah dia adalah pacar terbaikku! Berkat Reza aku dapat berpacaran dengannya sampai detik ini.
    “Vino, kok malah melamun seh aku tanyain?Yuk kita ke makam Reza sekarang,Vin..”Ajak Vitta lagi.
    “Eh, maaf tadi aku ga sengaja melamun,Vitt. Maaf ya,sayang… Ya udah ayo kita ke makam Reza.”Jawabku sambil tersenyum kepada Vitta. Vitta adalah perempuan yang paling berharga bagiku, ya maksudku selain ibuku tentunya.Hehe.. Vitta selalu mendukungku di saat aku terpuruk, dia selalu setia menemaniku selama satu tahun ini. Aku sangat beruntung memiliki kekasih secantik dan sebaik dia.
    “Vin, makam Reza kan agak jauh, aku tidur dulu ya di mobil, ntar kalau udah sampai bangunin aku yah!”Kata Vitta sambil tersenyum manis di hadapanku.
    “Iyah.. Iyah.. Kamu tidur ajah geh…”

    kau teman sehati
    kita teman sejati
    hadapilan dunia
    genggam tanganku
    tak mudah untuk kita sadari
    saling mendengarkan hati
    tak mudah untuk kita pahami
    berbagi rasa di hati
    (Nidji – Arti Sahabat)

    “Reza,tak terasa kau telah dua tahun meninggalkan kami semua di sini, apakah kau baik - baik saja di sana?” Ucapku dalam hati. Waktu berjalan begitu cepat, dua tahun telah berlalu tanpa Reza. Reza, andai dia tau betapa sedihnya aku, keluargaku, dan keluarganya saat kehilangan dia waktu itu. Apakah dia bisa melihat betapa sedinya Violetta kehilangan dirinya, sampai sekarang pun Violetta belum bisa mengisi hatinya dengan laki – laki lain selain Reza. Aku amat merasa bersalah kepada Violetta. Aku merasa kesepian di tinggal oleh Reza, dialah teman terbaikku dikala senang ataupun susah, temanku yang selalu mendukungku, temanku yang membantuku untuk mendekati Vitta, betapa menyedihkannya aku sekarang sendiri tanpa dia. Setiap bulan aku selalu menjenguknya bersama Vitta, dan tentunya hari ini. Hari di mana dia telah genap meninggalkan kami semua selama dua tahun, perasaan bersalah dan menyesal itu masih tertanam dalam di hatiku atas kepergiannya.
    **

    Aku kembali teringat kenangan di masa lalu bersamanya saat kami pertama kali bertemu.

    “Eh, Jeng Nessa apa kabar?Wah, Vino udah besar yaa sekarang!Hari pertama masuk sekolah ya,Vino?”Tanya Mama Reza, Tante Tia.
    “Wuahh, Reza masuk SD ini juga yah, Jeng Tia?Lihat Reza juga udah besar sekarang,tambah ganteng pula!haha..”Jawab Mamaku.
    “Iyah anak kita emang ganteng-ganteng,Jeng!haha.Ayo Reza kenalan ama Vino geh, kalian dulu waktu balita sering main bareng lhoh, tapi Tante Nessa pindah rumah jadi jarang ketemu lagi dheh,untung ajah neh kita ketemu lagi.haha”
    “Ma, itu sapah?”Tanyaku sambil menggenggam tangan ibuku dengan erat.
    “Itu Reza,sayang.. Ayokenalan dulu, ga usah takut,”Jawab Mamaku.
    “Haiii,,,Aku Reza..hehe”Sapanya dengan memamerkan giginya di hadapanku, pertama – tama aku merasa agak takut tapi dia terus menungguku menjawab salam kenalnya yang riang itu.
    “hai juga ,aku Vino.”
    “duh, mereka cepat akrab ya,Jeng!Ya udah kalian masuk kelas sana,kebetulan kan kelas kalian sama, ayo sana kalian masuk…”Kata Tante Tia, dan dilanjutkan dengan aggukan Mamaku.
    “Iyah,Ma”Jawab kami bersamaan lalu saling berhadapan dan tersenyum.
    Mulai dari saat itu kami selalu bersama – sama, kami sangat akrab. Sampai terkadang ada orang yang mengira kami saudara. Dari SD kelas 1 sampai lulus SMA, kami selalu satu kelas, ntah memamng takdir atau hanya kebetulan. Reza sangat setia kawan dan tak pernah mengkhianati sahabatnya. Pernah dulu waktu SMP aku menyukai seorang perempuan, dan walau dia tak mengatakan kepadaku, aku tau kalau dia juga menyukai perempuan itu, tapi dengan ikhlasnya dia merelakan perempuan itu kepadaku dan malah menjodohkanku dengan perempuan itu. Aku sangat terkejut dengan semua yang ia lakukan itu kepadaku. Dia teman yang tak tergantikan, sahabat sejatiku sampai ujung usiaku. Dia juga adalah teman seperjuangan yang amat baik, kami sering bolos bersama, kami sering di hukum bersama, aku salut kepadanya, dia benar – benar seorang sahabat yang patut ku banggakan di depan semua orang. Oh ya satu lagi kesamaan yang amat kebetulan yang ada di dalam diri kami, kami lahir di tanggal yang sama yaitu 20 Januari. Setiap hari ulangtahun kami, hampir semuanya kami rayakan bersama. Tapi sekarang tak bisa lagi, karna dia telah pergi terlebih dahulu meninggalkanku. Aku takkan lupa saat ulang tahun kami yang ketujuhbelas, saat itukami inginmemberi kejutan kepada mama kami dengan memasak sesuatu di dapur, sebenarnya niat kami ingin menunjukkan bahwa kami telah dewasa dan bisa membuat mama kami senang, waktu itu kami membuat cake untuk mam kami.
    “Vin, neh gimana sech misahin telur yang kuning ama putihnya?”Tanya Reza sambil mengamati telur yang akan ia pecahkan itu.
    “Duh, aku ga tau juga tuh, coba kamupecahin dulu aja taruh di mangkok trus ntar pisain aja pake sendok.haha”jawabku asal-asalan.
    “haha, sama gilanya kita buat cake inih kayaknya ga bakal jadi neh”
    “ayo semangat!!Kita coba dulu ajah ntar kalo ga jadi ya udahlahbeli ajah de toko kue.haha”
    **
    Tersirat kembali kenangan lucu dan tak tergantikan bersama Reza, kenangan itu masih terekamkuat di otakku, dan takkan pernah hilang, apalagi kenangan saat itu, saat aku tak tau bahwa hari itu aku akan berpisah darinya untuk selamanya.

    Desember 2007

    “Rez, ada anak semester satu fakultas hukum namanya Vitta kenal ga?cantik yaahh….”kataku sambil melamun ke arah tak jelas.
    “Ha?Apah?Vitta?Vitta Ocknalia bukan??Lah kalo itu mah temennya cewe aku,,haha,,napeh??mau yehh???”jawabnya.
    “Hmm.. kayaknya iyah temen si Violetta, soalnya aku sering liat mereka barengan”jawabku sambil tetap melamun ke arah yang tak jelas.
    “LETTA SAYANG!!”teriak Reza memanggil pacarnya yang ada nunjauh di sana dengan senyuman maut nya. Dan lamunanku tentang Vitta pun menjadi buyar.
    “Aduhhhh,Rez…Napah harus pake teriak seh??”sapa Letta sambilmelotot ke arah cowok kesayangannya itu.
    “hehe, maaf sayang, aku hanya mau manggil, ada yang mau di omongin..pentinggggg,,hehe” begitulah cara Reza berbicara, aneh, agak lebay, bikin ketawa, san membuat Letta terpesona selalu.Hahaha..
    “Apah?eh tuh Vino napa tuh melamun ga jelas kayaknya daritadi?Tanya Letta
    “ga tau, gila kali dia,,,,,eh ntar sore jadi kan ke pameran fotografi,yang??ajakin temen kamu yang namanya Vitta ituh yahh,,”kata Reza sambil mengedipkan mata ke arahku, dan ku rasa Letta tau apa artinya.
    “Sip,,,,ya udah ampe ketemu nanti soreee yaaa,sayang,,ada mata kuliah neh sekarang,,daahh…”jawab Letta lalu pergi meninggalkan kami.
    “HOEEEEIIIII!!!!gila lu melamun mulu, ntar aku tinggal lhoh melamun ajah terus mpe sore, ntar ga ketemu dankenalan ama Vitta dheeeee” sahut Reza yang pelan – pelan berjalan menjauhiku, dan seketika aku baru menyadari apa yang dia ucapkan tadi.
    “Rezaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa,,,,,,,ehhhhh seriussss mau ngenalin kau ama Vitta??”teriakku tanpa sadar karna Reza sudah berada agakjauh dariku, dan dia hanya mengedipkan mata padaku.
    Hatiku amat senang mencerna kata – kata yang baru di ucapkan Reza tadi, aku tak menyangka nanti sore aku akan berkenalan dengan Vitta!!!Huaaaaaa!!Aku langsung sms reza untuk memastikan hal tersebut.

    To : Reza
    From : Vino
    Eh, mbah sinting!!bneran ntar sore itu jd?????mang mau k mn?

    To : Vino
    From : Reza
    Yaiyalah mas yaiyadong?dl guru SD kita jamila kan bkan jamidong?haha
    Ntar q jmpt jam4, siap” ajah,OC!!!!



    Tinnnn…Tin………….klakson mobil Reza bernyanyi menyapa diriku yang sedang senang ini.
    “ooeee, Vino cepetaannn!!!!!!!!!”teriak mbah sinting itu dari luar, untung aja Papa belum pulang dan mama lagi belanja, jadi ga di gorok bonyok aku tuh manusia.. haha
    “iyahhhh!!bik kunci pintu yah!ngomong mama Vinopergi sama Reza!daaaa,bik Sumi…”
    “huaa, rapi amat dikau,Vino??Benarkah ini temanku yang tadi siang dekil dan kumal???haha”sapa Reza
    “iyaaa,,,iyaaaa,,,serah kamu ajah mau ngatai apa,Rez..huaaa. tapi beneran ganteng ga aku sore ini?”
    “nda tau, tanya bik sumi jah coba tadi,hahaha”jawab Reza dengan nyengar nyengir, dan tiba” hp-nya berbunyi.

    Romeo, take me somewhere we can be alone,,I keep waiting for you but you never come……(Love Story – taylor Swift)

    “Vin, handphone aku jatoh tuh, tolong ambilin,cuy..hehe” kata Reza yang sedang sibuk menyetir.
    “di mana jatohnya???kayaknya Letta dheh yang telpon tuh..”jawabku, dan tanpa sadar reza yang sedang menyetir menunduk sebentar ke bawah mencari hp nya,dan di depan kami ada sebuah Bus yang melaju kencang.
    **

    “Dok, bagaimana keadaan anak kami????”Tanya Mama dan tante Tia
    “Ma, sabar dulu.”kata Papa
    “Iyah,ma”kata Om Vicky, Papa Reza
    “Anak. Kalian semua selamat, tapi ada satu yang buta dan satu yang lumpuh, maaf kami sudah berusaha semeksimal mungkin!”jawab Dokter.. lalu tiba – tiba Letta dan vitta datang karena menerima kabar dari Tante Tia bahwa aku dan reza mengalami kecelakaan.
    “tante,om!Bagaimana keadaan merek?”Tanya Letta dengan raut muka tak menentu
    Semua hanya terdiam dantak ada yang menjawab……………
    **
    “Ma,,,,Pa,,,,aku ada di mana, mengapa aku tak dak melihat apa – apa”tanyaku saat aku sadar dan mendengar suara mama yang menangis. “Pa, Mama mengapa menangis?”
    “tidak apa – apa, kamu istirahat saja,Vino”jawab Papa dengan suara yang parau.
    “pa, manah Reza?”aku tau apa yang membuat mama menangis, aku sadar aku buta, apalagi kalu bukan buta kalau semua yang ku lihat berwarna hitam?. Dan tak ada yang bisa menjawab pertanyaan ku tadi. Dan di mana Reza sekarang? Di mana dia?
    “Vino, kamu istirahat ajaaaa, besok kamu mau operasi, lebih baik kamu tak usah memikirkan apa – apa.”tiba – tiba Papa berkata bahwa aku akan operasi?Tapi apa maksud dari semua ini???Huh, aku amat tak menegrti!!
    **
    “Sepertinya aku sudah terleleap beberapa jam..hoamm..”kataku berbicara sendiri saat bangun dari tidur.
    “woiii,Vin!!!Dhah bangun???”Tiba – tiba saja Reza ada di dekatku dan menyapaku dengan riangnya, ku pikir dia sedang ada di kamar lain, dan mungkin keadaanya cukup parah.
    “Ha?Reza?kau tak kenapa – kenapa??baguslah,,,haha”jawabku dengan berusaha agar terlihat riang.
    “Vin, kamu istirahat ajah geh, aku mau jalan – jalan dulu ahhh,,mau negecengin suster,,haha”
    “Iyah ,Vin kamu istirahat ajah.”ada suara perempuan yang amat ku kenal
    “Lah kok ada Letta?kok ga kedengeran suaranya?haha..sorry aku buta neh sekarang, jadi ga bisa liat,,haha”jawabku dengan berusaha menutupi kesedihanku karena kebutaan ini.
    Semua diam, tak ada yang menyaut satu pun, mengapa semua orang tak pernah menjawab apa yang ku tanyakan??????Aku selalu berbicara sendiri di dalam hati untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
    “kami keluar dulu ya,Vin”kata Reza, tapi mengapa seperti ada yang mendorong kursi roda?Siapa yang duduk di kursi roda itu?Mengapa Reza tidak riang seperti tadi lagi?Mengapa?Mengapa?Mengapa.
    Tiba – tiba ada suster yang masuk ke ruanganku, “Vino, jangan banyak bergerak ya, selamat besok kamu akan bisa melihat lagi.”
    “Suster, maksudnya apah?”tanya ku heran.
    “ya begitulah, nanti kamu akan bisa melihat lagi, besok kamu akan di operasi pencangkokan mata, sudah ada pendonornya, jadi kamu akan melihat kembali, doakan saja operasinya berjalan lancar yaaa”Suster itu menjelaskan, aku hanya diam, aku tak tau apa yang harus ku katakan, aku tak tau apa yang harus ku pikirkan, aku bingung, aku sulit mencerna semua yang telah terjadi ini.
    **
    “tenang yah,Vin..Kamu akan baik – baik saja di dalam nanti.” Kata Mama untuk menenangkanku saat operasi nanti.
    ” Ma, mana Reza?”
    “Dia ada kok, dia selalu nemenin kamu di dalam sana, tapi dia tak mau bicara apa – apa dulu.” Jawab mama.
    “ya udah kalo gitu,,,,,,”aku bingung!Sangat BINGUNG!Mengapa Reza tak mau mengeluarkan suara kepadaku???
    **
    “Vino, coba pelan – pelan buka matamu?”kata Dokter. Setelah beberapa jam lamanya kemarin aku di ruangan operasi, akhirnya semua berjalan lancar.
    “Vin, pelan – pelan saja buka matanya” kata Mama dengan nada khawatir.
    Perlahan aku buka kan mata ini, agak kabur ku lihat wajah Mama, Papa, Letta, Tante Tia, Om Vicky, bahkan VITTA!!!!!!!! Dan ku berkata “ aku bisa melihat, tapi ke mana Reza?”
    “mengapa semua diam???”lanjutku. Lalu Mama meberiku sebuah surat.






    To : Vino

    Vin, nih surat dari kau, Reza…Gimana kamu seneng ga bisa ngeliat lagi??haha,,bagus dheh aku harap kamu seneng… maaf aku ga bilang sama kamu kemarin, kalo aku mau donorin mata aku buat kamu, aku udah ijin sama keluargaku, bahkan sama Letta, walau ya mereka agak dikitga setuju, tapi aku tetepmaksa,,,haha,,,Gila ajah aku ga mau liat sohib aku menederita kaga bisa liat lageee,,haha,,eh surat ini tepat tanggal 10 desember kan?nah hari ini mestikau ingat selalu yaaa, karena tiap tahun kau harus mengunjungiku setiap 10 desember, okey?? Oh ya ternyataaaa kata Letta, Vitta thuh dhah lama suka ama kamu,,,hahaha,,eh aku ada satu permohonan lagi nih, kamu harus jadian sama Vitta tanggal 10 desember juga yaa,haha,,dha, ckup dhe suratku, jaga diri baik – baik ya,Vin,,,,tolong jagain Letta juga ya buat aku..^^ jangan sampe dia dp pcr yang lbh buruk pada aku,,haha,,bye,Vin

    From : Reza, u’r bestfriend 4eva

    “ma…Reza mana ?” tanyaku dengan suara parau kepada mama, aku membisu sesaat setelah membaca surat itu, tak terasa air mataku pun berjatuhan seiring hujan yang sedang berjatuhan.
    Aku berdiri dari tempat tidur rumah sakit ini, aku mengahadap ke jendela, aku melihat langit yang berawan hitam, “Rez, makasih…atas semuanya…” aku hanya dapat mengatakan itu, apalagi yang dapat ku katakan, semua menangis, termasuk aku, mengapa Reza begitu baik kepadaku hingga harus seperti ini jadinya??
    **
    “Vitt, bangun dulu yuk sayang,,,aku mau beliin Reza bungan nih..bantuin aku milih..”bujuku membangunkan Vitta yang sedang terlelap
    “hoa..Ha??iyah iyah ayo kita beliin bungan ini ajah..”jawabnya sambil menunjuk bunga yang ada di toko itu yang dilihatnya dari kaca mobil.
    “ya udah aku turun bentar beli itu ya..”jawabku lagi dan Vitta membalasnya dengan senyuman manis yang selalu aku banggakan itu.” Rez, dhah lama ga ketemu ya..” Kataku dalam hati.
    “Vin jangan melamun terus , ntar Reza sedih liatnya..”kata Vitta saat aku masuk ke mobil. Setelah itu mobil swift hitamku melaju cukup cepat ke makam Reza.
    “akhirnya sampai jugaaaa.,,eh ada Letta tuhhh…..”kata Vitta dengan girang, tapi setelahitu raut wajahnya agak sedih, “makasih,Rez,,berkat kamu aku bisa jadian ama Vino, makasih,,”sambil mengahadap ke langit.
    “haah..langitnya sama seperti hariitu..”kata Letta sambil terus menghadap ke depan batu nisan Reza.
    “hai, Lett..maaf kami agak telat..”sapaku, lalu meletakkan sebuket bunga di atas makam Reza.
    Semua terdiam,,,kembali terdiam,,,,,,,aku tau Letta amat kehilangan reza sampai sekarang, sangat kehilangan bahkan… tapi apa yang bisa ku lakukan? Benar kata Letta tadi, langitnya sama seperti waktu itu, sama seperti saat aku membaca surat dari reza dua tahun lalu itu. Menyedihkan..air mataku kebali berjatuhan..sedangkan Letta dan Vitta hanya diam sendiri menatapi nisan Reza…aku pun sibuk melamun mengingat kata – kata Reza waktu kami kecil.
    “vin, kalau aku mati duluan, kamu harus sering nengokin aku yah.... hahaha..”
    “solanya aku ga mau sendirian di kuburan, jadi kamu harus sering datang, nanti kalau aku mati duluan kamu haru s jagain mama aku yah..haha…”
    “kok kamu ngomong gitu ,Rez?”tanyaku heran, waktu itu kami baru kelas 4 SD.
    “ iseng, kepikiran ajah,,hahaha”

    “Vin, jangan nangis mulu, ntar Reza marah,,haha”kata Letta sedikit bercanda
    “Udah mau malem neh…pulang yuk ??” ajakku kepada Letta maupun Vitta.
    “Kalian duluan ajah, aku bawa mobil kok, nanti kau pulang sendiri aja…”jawab Letta, aku dan Vitta pun hanya bisa mengangguk, lalu perlahanmenjauh dari nya, kelihatannya dia masih belum mau meninggalkan Reza.
    “Vin, pulang yuk,,,,,ga usah ke mana- mana lagi ya,,,,”bujuk Vitta, padahal aku ingin merayakan hari jadian kami di sebuah restaurant romantis.
    “Tapi….”
    “Udahlah, kita udah setahun ajah dhah bahagia banget, ga usah repot di rayain pula,Vino…”jawabnya dengan lembut lalu mencium pipiku,,,,
    “Ya sudah…..”aku pun mencium keningnya dengan hangat.
    Aku berkata dalam hati kembali, “Terima aksih,Reza…Semua ini karena kamu….kau memang sahabat yang tak tergantikan dalam hidupku…”

    **end**

    BalasHapus